TIPS MENGURUS SERTIFIKAT TANAH GIRIK

notarisdanppat.com – TIPS MENGURUS SERTIFIKAT TANAH GIRIK , anah Girik adalah tanah yang kepemilikannya diakui masyarakat namun belum didaftarkan ke Kantor Pertanahan sehingga belum memiliki sertifikat tanah. Tanah Girik dimiliki oleh seseorang secara turun temurun dan diakui secara adat oleh masyarakat sekitarnya sebagai tanah milik orang yang bersangkutan. Tanah Girik di beberapa daerah juga dikenal dengan berbagai nama seperti Tanah Adat, Petok D, Letter C, Ketitir, Rincik, dan lain-lain. Data tentang tanah-tanah Girik biasanya dicatat dalam Buku Tanah yang ada di setiap desa/ kelurahan/kecamatan.

terlebih

Kepemilikan secara adat (Tanah Girik) sebenarnya diakui oleh hukum, akan tetapi tetap harus didaftarkan menjadi sertifikat Hak Milik t dulu agar memiliki kekuatan hukum. Apabila kita hendak membeli Tanah tanah tersebut dengan mendatangi lurah/kepala desa/camat setempat. Girik, maka dianjurkan untuk meneliti lebih jauh riwayat kepemilikan Kita pun juga perlu mendatangi tetangga di sekitar lokasi Tanah Girik mengetahui lebih banyak tentang riwayat tanah tersebut. Pastikan atau di sekitar rumah pemilik tanah. Para tetangga pada umumnya pula Tanah Girik tidak dalam keadaan sengketa yang melibatkan ahli

waris maupun pihak lain.

Peralihan hak atas Tanah Girik biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, di mana awalnya dapat berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian dibagi-bagi menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas Tanah Girik biasanya dilakukan di hadapan lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak, sehingga tidak ada bukti tertulis yang dapat digunakan untuk menelusuri riwayat kepemilikannya. Sertifikasi Tanah Girik dalam Hukum Pertanahan disebut sebagai Pendaftaran Tanah Pertama Kali sebagaimana diatur

dalam PP Nomor 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Pendaftaran tanah pertama kali untuk Tanah Girik/Tanah Garapan, dalam praktiknya harus dilakukan melalui prosedur atau cara sebagai

berikut:

1. Meminta surat rekomendasi dari lurah/kepala desa/camat perihal tanah yang bersangkutan, yang menyatakan tanah tersebut belum pernah disertifikatkan serta keterangan riwayat pemilikan tanah

dimaksud,

2. Pembuatan surat keterangan dari ketua RT/ketua RW/lurah/kepala desa yang menyatakan bahwa tanah tersebut tidak dalam keadaan sengketa,

3. Peninjauan lokasi dan pengukuran tanah oleh pegawai Kantor Pertanahan,

4. Penerbitan Gambar Situasi atau Surat Ukur, yang dilanjutkan dengan pengesahannya oleh Kantor Pertanahan (BPN),

5.

Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sesuai dengan luas yang tercantum dalam Gambar Situasi atau Surat Ukur. Pembayaran BPHTB dilakukan apabila tanah yang dimohon berasal dari Tanah Negara atau Tanah Garapan. Pembayaran BPHTB juga dilakukan jika pada waktu proses pelaksanaan akta jual beli, BPHTB tersebut belum dibayarkan,

6. Proses pertimbangan oleh Panitia A (Panitia Pemeriksaan Tanah A), 7. Pengumuman di Kantor Pertanahan dan Kantor Kelurahan setempat

8.

selama lebih kurang 2 (dua) bulan,

Pengesahan pengumuman,

9. Penerbitan Sertifikat Tanah oleh Kantor Pertanahan (BPN) setem-

pat,

Proses pensertifikatan Tanah Girik tersebut hanya dapat dilakukan jika pada waktu pengecekan di kantor kelurahan dan Kantor Pertanahan terbukti tanah tersebut memang belum pernah disertifikatkan dan sela- Apabila syarat tersebut terpenuhi, maka proses pensertifikatan dapat ma proses tersebut tidak ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan. ditempuh dalam waktu sekitar 6 bulan sampai 1 tahun. 290

Panitia Pemeriksaan Tanah A selanjutnya disebut “Panitia A” adalah panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan tanah dalam rangka penyelesaian permohonan untuk memperoleh Hak Milik, Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai atas Tanah Negara dan penyelesaian permohonan Pengakuan Hak.

Susunan Panitia A terdiri atas:

1. Kepala Seksi Hak-hak Atas Tanah atau Staf Seksi Hak-hak Atas Tanah yang senior dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, sebagai Ketua merangkap anggota;

2. Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau Staf Seksi Pengukurandan Pendaftaran Tanah yang senior dari Kantor Perta- nahan Kabupaten/Kotamadya, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota,

Seksi atau Staf Seksi Penatagunaan Tanah dari Kantor

Pertanahan

3. Kepala Seksi atau Staf Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah, Kepala atau aparat desa/kelurahan yang ditunjuk untuk mewakili, sebagai Kabupaten/Kotamadya dan kepala desa/lurah yang bersangkutan

anggota,

4. Kepala Sub Seksi Pengurusan Hak-hak Atas Tanah atau Staf Sub Seksi Pengurusan Hak-hak Atas Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten/

Kotamadya sebagai Sekretaris merangkap anggota. Panitia A diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Kepala Kantor

baca juga

Pertanahan (BPN) Kabupaten/Kotamadya. Panitia A sebagai berikut:

mengemban

tugas

1. Mengadakan penelitian terhadap kelengkapan berkas permohonan pemberian Hak Milik, Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah negara dan permohonan pengakuan hak atas

tanah,

2. Mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai status, riwayat, keadaan tanah, luas, batas tanahnya dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan pemohon serta kepentingan-kepentingan lainnya, 3. Mengumpulkan data, keterangan/penjelasan dari para pemegang

hak atas tanah yang berbatasan,

4. Menentukan sesuai tidaknya penggunaan tanah tersebut dengan rencana pembangunan daerah,

5. Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut yang dituangkan dalam risalah Pemeriksaan Tanah

Panitia Pemeriksaan Tanah B atau Panitia B adalah Panitia yang ber- tugas melakukan pemeriksaan tanah dalam rangka penyelesaian per- mohonan, perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU). Susunan Panitia B terdiri:

1. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, sebagai Ketua merangkap anggota,

2. Kepala Bidang Penatagunaan Tanah dan Kepala Bidang Hak-hak

3.

Atas Tanah, sebagai anggota,

ditunjuk sebagai anggota,

Daerah Tingkat II atau Pejabat yang

4. Kepala Dinas Perkebunan/Pertanian/Perikanan/Peternakan Daerah

tingkat I atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tujuan penggu- naan tanah yang bersangkutan, sebagai anggota,

5. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi atau Pe- jabat yang ditunjuk sepanjang tanah yang dimohon termasuk ka- wasan hutan atau yang berbatasan dengan kawasan hutan, seb-

agai anggota,

6. Seorang pejabat dari instansi lain yang terkait apabila tanah yang dimohon tersebut penggunaannya bersifat khusus, sebagai ang-

gota,

7. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang bersangkut-

an, sebagai anggota,

8. Kepala Seksi Pengurusan Hak Tanah Badan Hukum atau Kepala Seksi Pengurusan Hak Tanah Perorangan pada Kantor Wilayah BPN Provinsi sebagai Sekretaris merangkap anggota.292

Keanggotaan Panitia B ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kanwil BPN Provinsi yang bersangkutan. Tugas Panitia B, meliputi:

1. Mengadakan Penelitian terhadap kelengkapan berkas permohonan HGU serta syarat-syarat lainnya mengenai bonafiditas, kemampuan dan kesungguhan akan usahanya,

2. mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai status, dasar perolehan, kondisi, luas, batas tanahnya, dan kepentingan-kepentingan lainnya,

3. menentukan sesuai tidaknya penggunaan tanah tersebut dengan usaha yang akan dilakukan pemohon,

4. mengadakan pemeriksaan/konstatasi mengenai penguasaan dan pengusahaan tanah yang dimohon HGU,

5. memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah; 20 Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria mulai berlaku 24 Desember

1960, Tanah Girik (Petok D) dianggap merupakan alat bukti p

pemilikan

dengan sertifikat tanah. Sedangkan Petok D yang dibuat setelah tahun tanah di Indonesia. Pada masa tersebut Petok D dianggap sama nilainya 1961 hanya dianggap sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah ke kantor pendapatan daerah, sehingga tidak lagi berfungsi sebagai alat bukti pemilikan tanah. Masyarakat kebanyakan belum sepenuhnya itu disalahgunakan oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyadari perubahan fungsi Petok D, sehingga ketidaktahuan memainkan Petok D dalam kasus penipuan jual beli tanah. Akibatnya,

kasus tanah pun bermunculan di mana-mana.

Di masyarakat banyak muncul Petok D kembar atau Petok D palsu yang sulit dideteksi keabsahannya. Kalau sertifikat palsu, lebih mudah dilacak, yaitu dengan meminta surat keterangan pendaftaran tanah atau mengecek nomor sertifikat ke Kantor Pertanahan. Untuk menjamin diadakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Sayang, tujuan besar kepastian hukum, UUPA (UU Nomor 5/1960) memerintahkan agar itu belum dapat direalisasi sepenuhnya, sehingga tak heran kalau kasus

tanah selalu muncul berkepanjangan hingga saat ini,

Menurut Irawan Soerodjo, notaris dan PPAT di Jakarta Barat, dan Pria Takari Utama, notaris dan PPAT di Depok, Girik bukan bukti kepemilikan atau hak atas tanah. Girik hanya bukti pembayaran pajak atas tanah adat atau tanah garapan, atau bukti bahwa seseorang menguasai sebidang tanah garapan. Karena itu status hukum Tanah Girik tidak kuat, tidak bisa diagunkan atau dijadikan jaminan utang di bank, namun bisa menjadi dasar untuk mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan (BPN). Itulah kenapa Tanah Girik gampang memicu sengketa (potential dispute). Soalnya, bisa saja seseorang menguasai atau menggarapnya tetapi sertifikat hak atas tanah tersebut atas nama orang lain,296

293 Lihat Pasal 6 s/d 9 Keputusan Kepala BPN Nomor 12 Tahun 1992.

Surat keterangan dari lurah atau kepala desa setempat mengenai riwayat penguasaan tanah, tidak bisa dijadikan bukti bahwa yang satunya bukti kepemilikan tanah yang diakui sah hanya sertifikat dari menguasai atau penggarap adalah pemilik tanah. Pasalnya, satu- Kantor Pertanahan. Karena itu bila ingin membeli Tanah Girik, sejumlah hal perlu kita perhatikan agar tidak menuai persoalan di belakang hari. Pertama, periksa Girik (Petok D) yang dipegang penjual dan cocok- kan dengan nomor yang ada di buku tanah desa/kelurahan. Kedua, teliti secara seksama riwayat tanah dan minta surat keterangan tidak bersengketa dari desa/kelurahan. Kita juga bisa menanyakan kepada kepala desa/lurah atau camat setempat mengenai sejarah kepemilikan tanah dan siapa pemilik terakhirnya. Kantor Desa/Kelurahan dan Ke- camatan memiliki buku tanah yang berisi daftar kepemilikan tanah di wilayah dinasnya. Bila tanah di pinggir kota atau pedesaan, ada baik- a kita juga menanyakan kepada RT/RW setempat karena hubungan personal antarwarganya masih dekat, sehingga mereka tahu riwayat kepemilikan tanah di daerahnya.297 Ketiga, perhatikan status penjual tanah, apakah pemilik tunggal atau ahli waris. Untuk itu cek apakah ‘di Girik (Petok D) sesuai dengan nama penjual karena bisa saja

nya

nama

terjadi kasus di mana Tanah Girik yang diperjualbelikan dimiliki lebih dari satu ahli waris. Kalau begini jual beli tanah bisa digugat ahli waris yang lain dan berlanjut menjadi kasus sengketa tanah seperti yang sering terjadi pada umumnya. Keempat, cek langsung ke lokasi ten- tang keberadaan tanah dan apakah tanah tersebut sudah diduduki atau berpindah tangan kepada orang lain. Lihat juga apakah luasnya sesuai dengan yang tertera di Girik (Petok D). Kelima, lakukan jual beli di hadapan notaris/PPAT sebagai profesional yang berwenang mem- buat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu, seperti penga- lihan hak atas tanah. Jangan lupa menghadirkan lurah atau pamong desa dalam transaksi itu sebagai saksi.298

TIPS MENGURUS SERTIFIKAT TANAH GIRIK 495

Skema 27.1 Perubahan Tanah Girik Menjadi Tanah Hak Milik

Tanah Girik adalah tanah yang belum didaftarkan ke Kantor Pertanahan (sehingga belum memiliki sertifikat) yang dimiliki oleh seseorang secara turun temurun dan diakui secara adat

oleh masyarakat sekitar sebagai tanah milik orang tersebut.

Girik juga dikenal dengan nama Petok D, Letter C, Ketitir, Rincik, dan lain-lain. Data tentang Tanah Girik biasanya dicatat dalam Buku Tanah

yang ada di setiap desa/kelurahan/kecamatan.

berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi-bagi menjadi beberapa bidang tanah Peralihan hak atas Tanah Girik biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, di mana semula bisa yang lebih kecil. Peralihan hak atas Tanah Girik biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau Kepala Desa, dan banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan, sehingga tidak

ada surat apa pun yang

dapat digunakan untuk menelusuri kepemilikannya.

Sertifikasi Tanah Girik menjadi Hak Milik disebut juga Pendaftaran Tanah Pertama Kali sebagaimana diatur PP Nomor 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Perubahan Tanah Girik menjadi Hak Milik, dilakukan melalui prosedur sebagai berikut: a) Meminta surat rekomendasi dari Lurah/Kepala Desa/Camat perihal tanah yang bersangkutan, yang menyatakan tanah tersebut belum pernah disertifikatkan serta keterangan riwayat pemilikan tanah dimaksud. b) Pembuatan surat keterangan dari Ketua RT/Ketua RW/Lurah/Kepala Desa yang menyatakan bahwa tanah tersebut tidak dalam keadaan sengketa c) Peninjauan lokasi dan pengukuran tanah oleh pegawai Kantor Pertanahan d) Penerbitan Gambar Situasi atau Surat Ukur, yang dilanjutkan dengan pengesahannya oleh Kantor Pertanahan.

e) Pembayaran BPHTB sesuai dengan luas yang tercantum dalam Gambar Situasi atau Surat Ukur. Pembayaran BPHTB dilakukan apabila tanah yang dimohon berasal dari Tanah Negara atau Tanah Garapan. f) Proses pertimbangan oleh Panitia A (Panitia Pemeriksaan Tanah A). g) Pengumuman di Kantor Pertanahan dan Kantor Kelurahan selama lebih kurang 2 bulan.

h) Pengesahan pengumuman.

i) Penerbitan Sertifikat Tanah oleh Kantor Pertanahan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *