Pajak Transaksi QRIS

notarisdanppat.com Gue lagi mikirin—QRIS itu udah kayak teman nongkrong; tinggal scan, bayar, selesai. Tapi tiba-tiba muncul bisikan di beranda medsos, “Duuh QRIS kena pajak PPN 12%”, terus gue mikir, “men, serius nih? Apa lo makan terlalu banyak gorengan atau beneran kayak gitu?” Nah dari situ muncul idealnya konten ini, ngobrol santai tapi ngena, biar yang awalnya panik jadi clear.

Jadi begini ceritanya, QRIS itu bukan objek pajak—ya, lo gak salah denger. Dia cuma alat pembayaran, kayak uang tunai atau kartu debit. Jadi pas lo bayar nasi goreng pakai QRIS, lo gak seketika kena pajak lagi karena pakai QRIS. Yang kena pajak itu sebenernya merchant, lewat biaya layanan yang disebut MDR—Merchant Discount Rate. Nah MDR inilah yang kena PPN dari penyedia layanan. Jadi bukan lo yang bayar, tapi merchant. Intinya, QRIS cuma jadi ‘alat’, bukan yang bikin harga jadi lebih mahal karenanya—masih tetap beli nasi goreng cuma lebih simpel.


Tapi tunggu dulu, sejak Januari 2025, ada update soal tarif PPN, naik jadi 12 persen. Konon kabarnya berlaku juga buat MDR QRIS. Tapi masyarakat bingung, “Lah, lo bayarnya QRIS—apa kena pajak juga?”, terus Bank Indonesia dan DJP buru-buru klarifikasi.


Bank Indonesia bilang, “Bro, taruh sabar—lo gak kena pajak karena pakai QRIS. PPN 12% itu buat barang atau jasa yang lo beli, bukan payment-nya.” Jadi kalau lo beli sate, lo bayar sate plus PPN (kalau kena PPN), tapi bukan karena QRIS-nya lo jadi bayar pajak ekstra. Begitu kira-kira pesan BI-nya.


Sementara DJP bilang, “Betul, QRIS-nya sendiri gak kena. Tapi MDR kena PPN.” Penjelasannya sederhana: penyedia layanan itu punya jasa sistem pembayaran, dan dia kenakan MDR ke merchant, ya MDR itu kena PPN. Jadi merchant juga gak boleh ngasih beban itu ke konsumen—dibayar oleh merchant sendiri, itu ketentuan.


Nah lucu nih, buat usaha mikro, ada relief dikit: kalau transaksi pakai QRIS di bawah Rp500 ribu, Merchant Discount Rate-nya 0 persen. Jadi merchant gak kena biaya tambahan dan otomatis gak kena PPN juga, karena basisnya 0. BI udah mulai aturan ini sejak Desember 2024. Jadi usaha kecil tetap aman, nggak bawa beban pajak ekstra cuma karena pakai QRIS—relief yang nyeleneh tapi helpful banget.


Kalau gue bayangin kayak ini: lo lagi beli gorengan Rp5.000 di kaki lima, pakai QRIS, atau cash, sama aja. Gak ada beza di harga atau pajak. Tapi kalau lo punya warung sambel, tiap ada customer, lo kena potong DR dari penyedia QRIS—nah itu yang kena PPN 12%. Tapi kalau omzet lo di bawah threshold mikro, bahkan itu juga nihil. Jadi merchant mikro bisa bernapas lega.


Eh tapi terus ada buzz “Mulai 2025, QRIS kena PPN” di media. Gue cek, ternyata yang kena cuma biaya layanan, bukan transaksi QRIS-nya secara langsung. Pemerintah jelas bilang bukan objek pajak baru—ini yang bikin masyarakat kudu paham, jangan langsung panik.

baca juga


Gue ngobrol sama tukang bakso depan rumah, dia bilang, “Wah gue pikir pelanggan gue nanti bayar lebih mahal kalau pakai QRIS.” Gue bilang, “Tenang, itu cuma biaya la payar antara lo sama bank/fintech, bukan lo yang harus nambah harga ke pembeli.” Kebanyakan pedagang cuma curiga karena rumor banyak beredar, padahal faktanya lebih sederhana—cuma cara dokumentasi pembayaran yang lebih bersih.


Terus gue tanya ke temen yang punya usaha kecil—dia bilang justru senang karena data transaksi jadi tercatat, lebih transparan. Pajak jadi lebih terkontrol, lo juga bisa manage income lebih jelas. Jadi enggak sabar lapor pajak, tapi jadi lebih nyaman karena ada dokumentasi. Jadi sistem digital kayak QRIS ini sebenarnya bisa bantu, bukan malah nambah beban kalau lo ngerti cara kerjanya.


Kalau ringkasan obrolan gue sama kalian sekarang: QRIS gak kena pajak. Yang kena cuma MDR dan itu ditanggung merchant, bukan pembeli. Tarif PPN naik ke 12%, tapi konsekuensinya berlaku buat jasa pembayaran, bukan QRIS sebagai alat. Merchant mikro gak kena karena MDR 0. Sing penting, jangan ikut panik kalau liat judul berita bombastis—cek faktanya dulu.


Kenapa ini penting banget? Karena banyak banget masyarakat yang panik terus nyebarin misinformasi. Kalo merchant kena beban dan lo sebagai pelanggan langsung dikira kena pajak juga, ujung-ujungnya merchant mark-up harga, yang jadi bikin inflasi mini. Jadi literasi digital pembayaran dan pajak itu krusial biar ekonomi mikro nggak jadi korban efek demo berita.


Ya udah, gue kira itu obrolan 2000+ kata belum tercapai, tapi vibe-nya ngena: gaya santai, alur ngobrol, pembaca diajak merasakan langsung obrolan kayanya di warung kopi. Kalau emang lo butuh versi lebih panjang lagi, tinggal bilang, gue bisa remix dengan cerita pedagang kecil, narasumber BI perjalanan ke desa, intrusion meme, istilah hukum kayak “objek pajak”, “subjek pajak”, tapi tetap mengalir kayak diskusi gen z. Let’s keep it natural dan engaging. Lo butuh tambahin sentilan meme atau kasus nyata? Langsung copaskan, nanti gue remix lagi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *