TIPS MENGURUS PERUBAHAN STATUS TANAH

notarisdanppat.com – TIPS MENGURUS PERUBAHAN STATUS TANAH , MENGURUS PERUBAHAN STATUS TANAH NEGARA Status tanah dapat dikonversi atau diubah berdasarkan peraturan yang berlaku. Tanah Girik atau tanah yang belum didaftarkan ke Kantor Pertanahan sehingga belum mempunyai sertifikat juga dapat dikonversi menjadi tanah Hak Milik sesuai prosedur hukum yang berlaku. Tanah Negara juga dapat dikonversi menjadi berbagai macam hak atas tanah dengan cara mengajukan permohonan hak tersebut kepada Negara melalui Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Tanah Negara dapat dikonversi (diubah) menjadi tanah berstatus Hak Milik,

Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, dan

Hak Pengelolaan. Negara

juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No- Pemberian Hak Milik atas Tanah Negara untuk keperluan rumah tinggal mor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Hak Milik atas Tanah HGB atau Hak Pakai yang dipakai untuk rumah tinggal yang masih ber- untuk rumah tinggal dapat diberikan kepada WNI yang memiliki tanah Milik atas Tanah Negara untuk rumah tinggal diajukan secara tertulis laku maupun yang sudah berakhir jangka waktunya. Permohonan Hak kepada Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak

tanah yang bersangkutan.

Negara

Hak Milik atas Tanah Negara untuk Rumah Tinggal juga dapat diberikan kepada Pegawai Negeri, untuk rumah dan tanah yang dimaksudkan untuk rumah tinggal yang telah dibeli dan dibayar lunas oleh Pegawai Negeri dan Pemerintah. Permohonan Hak Milik atas Tanah tersebut diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara untuk Pegawai Negeri diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. Peraturan ini juga mengatur tentang tata cara perubahan status tanah Hak Milik menjadi HGB atau Hak Pakai, serta perubahan tanah HGB menjadi Hak Pakai.

Perubahan tanah Hak Milik menjadi HGB terutama dibutuhkan manaka- la sebuah badan hukum (misalnya Perseroan Terbatas/PT) ingin mem- beli tanah Hak Milik. UUPA (UU Nomor 5/1960) secara tegas melarang PT memiliki tanah berstatus Hak Milik, sehingga apabila PT tersebut ingin menguasai tanah Hak Milik maka tanah tersebut harus dikonversi terlebih dulu menjadi tanah HGB atau Hak Pakai. Begitu pula terhadap orang asing (WNA) yang ingin membeli rumah di atas tanah Hak Mi- lik atau HGB, maka status tanah tersebut harus terlebih dulu diubah menjadi Hak Pakai.

299 Untuk memahami lebih lengkap prosedur pengurusan perubahan status tanah, silakan membaca buku karya Penulis Bertiga berjudul “Panduan Lengkap Mengurus Dokumen Properti”, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012.

Tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasi oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria atau yang lazim disebut Undang Undang Pokok Agraria (UUPA). Tanah Negara dapat diberikan kepada WNI atupun Badan Hukum Indonesia yang memenuhi syarat yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. diubah menjadi tanah berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU). Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria tersebut Tanah Negara dapat Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan. Pemberian dan/atau pembatalan hak atas Tanah Negara dilakukan oleh Menteri Agraria. Pemberian hak tersebut dapat dilakukan berdasarkan keputusan pemberian hak secara individual, kolektif, atau secara

umum.

Dalam rangka pemberian dan/atau pembatalan hak tersebut Menteri Agraria/Kepala BPN dapat melimpahkan kewenangan kepada Kepala Kanwil BPN, Kepala Kantor Pertanahan, dan Pejabat yang ditunjuk. Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohonkan serta harus dapat membuktikan hal tersebut berdasarkan data yuridis dan data fisik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak Milik atas Tanah Negara dapat diberikan kepada:

1. Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI),

2. Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

yaitu:

a. Bank Pemerintah,

b. Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh

Pemerintah.

Pemberian Hak Milik untuk badan-badan hukum di atas hanya dapat diberikan atas tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsi badan hukum tersebut.

Penerima hak atas Tanah Negara (termasuk penerima Hak Milik atas 1. Membayar BPHTB dan uang pemasukan kepada Negara sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

Tanah Negara) mempunyai kewajiban-kewajiban, yaitu:

2. Memelihara tanda-tanda batas,

3. Menggunakan tanah secara optimal, yakni:

C.

a.

berlaku,

Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan

tanah,

b. Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup,

Kewajiban yang tercantum dalam sertifikatnya.

Pemohon yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut di atas

dapat dibatalkan haknya oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN301 Tanah Negara juga dapat dikonversi (diubah) menjadi tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/ hak untuk mengusahakan Tanah Negara dalam jangka waktu paling Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. HGU sesuai UU Nomor 5/1960 adalah atau peternakan, dengan luas tanah minimal 5 hektar. Jangka waktu lama 25 tahun dan diperuntukkan bagi usaha pertanian, perikanan,

HGU dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.

HGU diberikan berdasarkan penetapan pemerintah dan hanya dapat dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia. HGU juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Konversi Tanah Negara menjadi HGU diatur dalam Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999.

HGU dapat diperpanjang jangka waktunya atau diperbaharui haknya. Permohonan perpanjangan jangka waktu HGU diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu maka kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGU di HGU. Sesudah jangka waktu HGU atau perpanjangannya berakhir,

atas tanah yang sama.

Perubahan (konversi) Tanah Negara menjadi tanah Hak Guna Bangunan (HGB) juga dimungkinkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. HGB sesuai UU Nomor 5/1960 adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- waktu paling lama 30 tahun, dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. HGB dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain. Obyek HGB dapat meliputi: Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan, dan Tanah Hak Milik. HGB hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) atau Badan Hukum Indonesia. HGB juga dapat dijadikan jaminan

di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka utang Kantor dengan

dibebani Hak Tanggungan. Permohonan HGB diajukan ke Kantor Pertanahan dan mulai berlaku sejak dicatatkan dalam Pertanahan. Sebagai tanda bukti hak, Kantor Pertanahan akan memberikan sertifikat hak atas tanah kepada pemegang HGB. Hak Guna Bangunan (HGB) dapat diperpanjang jangka waktunya atau diperbaharui haknya. Permohonan perpanjangan jangka waktu HGB diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut. Sesudah jangka waktu HGB atau perpanjangannya berakhir, maka kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGB di atas tanah yang sama

baca juga

Tanah Negara juga dapat dikonversi (diubah) menjadi tanah berstatus Hak Pakai berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. Hak Pakai sesuai UUPA (UU Nomor 5/1960) adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA (UU

Nomor 5/1960).

Hak Pakai dapat diberikan:

1. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan yang tertentu,

2. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran, atau pemberian berupa apa pun, Akta Tanah (PPAT).

jasa atas Jenis tanah yang dapat dijadikan obyek Hak Pakai, meliputi: Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan, dan Tanah Hak Milik. Hak Pakaia Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Agraria/Kepala BPN atau pejabat yang ditunjuk. Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Agraria/Kepala BPN atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian Hak Pakai oleh pemegang Hak Milik berdasarkan akta perjanjian yang dibuat oleh Notaris/Pejabat Pembuat haknya. Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai diajukan Hak Pakai dapat diperpanjang jangka waktunya atau diperbaharui waktu Hak Pakai. Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangan- oleh pemegang hak dalam waktu 2 tahun sebelum berakhirnya jangka nya berakhir maka kepada pemegang hak dapat diberikan pembaha- Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai yang tanahnya dipergunakan untuk bangunan rumah tinggal dikabulkan oleh pejabat

ruan Hak Pakai di atas tanah yang sama. yang berwenang apabila:

1. Tanah tersebut masih dipergunakan untuk rumah tinggal sesuai dengan maksud pemberian hak yang bersangkutan atau telah dipergunakan pemegang hak untuk keperluan sesuai dengan RT/

RW untuk kawasan yang bersangkutan,

2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh

pemegang hak,

3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang Hak

Pakai.

Penge ngelolaan

berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN

Tanah Negara dapat dikonversi (diubah) menjadi tanah berstatus Hak Nomor 9 Tahun 1999. Hak Pengelolaan adalah hak yang diberikan oleh Negara kepada badan hukum (bukan perorangan) untuk mengelola Tanah Negara sesuai tugas pokok dan fungsi badan hukum tersebut. Badan hukum yang dapat diberikan Hak Pengelolaan adalah:

1.

2.

Instansi

Badan

i Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah,

Usaha Milik Negara,

3. Badan Usaha Milik Daerah, PT. Persero (BUMN Persero),

4.

5. Badan Otoritas,

6. Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. Setiap penerima hak atas Tanah Negara (termasuk Hak Pengelolaan Tanah Negara) harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:

atas

1.

Membayar BPHTB dan uang pemasukan kepada Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 2. Memelihara tanda-tanda batas,

3. Menggunakan tanah secara optimal,

a.

Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan

tanah,

b. Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup, c. Kewajiban yang tercantum dalam sertifikatnya. Penerima hak atas Tanah Negara yang tidak memenuhi kewajiban tersebut di atas dapat dibatalkan haknya oleh Menteri Agraria/Kepala

BPN, 304

B. MENGURUS PERUBAHAN STATUS TANAH SWASTA Seseorang yang mempunyai tanah untuk Rumah Tinggal berstatus HGB atau Hak Pakai dengan luas maksimal 600 m2 dapat mengkonversi status tanahnya menjadi Hak Milik berdasarkan Keputusan Menteri 304 Pasal 103 Permen Agraria Nomor 9 Tahun 1999.

Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang

dan Hak Pengelolaan.

Pemberian

Negara

Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal. Pemberian Hak Milik atas Tanah Negara untuk keperluan Rumah Tinggal juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Sebagaimana diketahui, kebanyakan rumah yang dijual oleh pengembang perumahan pada awalnya dibangun di atas Tanah Negara berstatus HGB. Namun demikian, pembeli rumah tersebut tidak perlu Agraria melalui Kantor Pertanahan untuk mengubah status tanah HGB cemas karena mereka dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Permohonan perubahan status tanah HGB menjadi Hak Milik juga dapat dilakukan sebelum masa berlaku HGB berakhir dengan cara memohon status tersebut disertai kewajiban memberikan uang pemasukan penghapusan HGB untuk dijadikan Hak Milik. Permohonan perubahan

menjadi Hak Milik setelah masa berlaku HGB-nya berakhir.

kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku.

maksimum 2.000 m2. Dalam pengurusan permohonan Hak Milik juga Permohonan Hak Milik tersebut di atas dibatasi untuk tanah seluas harus dilampirkan pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 bidang Hak Milik yang dimohon itu yang bersangkutan akan mempunyai contoh pernyataan sebagaimana Lampiran II Kepmen Agraria/Kepala yang luas seluruhnya tidak lebih dari 5.000 m2 dengan menggunakan

BPN Nomor 6 tahun 1998.305

Pasal 21 UU Nomor 5/1960 menyatakan tanah Hak Milik hanya dapat dimiliki oleh WNI dan badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan Pasal 8 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun oleh Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

1999 menyatakan Hak Milik dapat diberikan kepada:

1. Warga Negara Indonesia (WNI),

2. Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yaitu:

305 Lihat Pasal 4 Kepmen Agraria/ Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998.

a.

b.

Bank Pemerintah,

Pemerintah.

Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh

Pemberian Hak Milik untuk badan hukum hanya dapat diberikan atas tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya. Berdasarkan aturan tersebut di atas, maka badan hukum yang tidak tergolong diizinkan memiliki tanah Hak Milik, apabila ingin membeli tanah Hak Milik harus mengkonversi tanah tersebut terlebih dahulu i tanah HGB. Sebagai contoh, sebuah perusahaan pengembang perumahan (PT Esta Real Estate) membeli tanah berstatus Hak Milik seluas 2.000 m2 milik Pak Haji Akbar. Karena PT swasta tidak diperbolehkan memiliki tanah bestatus Hak Milik, maka PT Esta Real Estate wajib mengurus perubahan status tanah tersebut menjadi Hak

menjadi

Guna Bangunan (HGB).

Di sisi lain, orang asing hanya dapat memiliki rumah di Indonesia dengan status Hak Pakai sesuai PP Nomor 41/1996, sehingga apabila orang asing tersebut ingin memiliki rumah di atas tanah berstatus Hak Milik maka ia harus lebih dulu mengkonversi status tanah tersebut menjadi Hak Pakai,306 Hal yang sama juga harus ditempuh oleh orang asing yang ingin membeli rumah di atas tanah HGB, yaitu harus lebih dulu mengurus perubahan status tanah HGB menjadi Hak Pakai.

Pemberian hak secara umum untuk perubahan hak atas tanah (yaitu perubahan Hak Milik menjadi HGB, perubahan Hak Milik menjadi Hak Pakai, dan perubahan HGB menjadi Hak Pakai) dapat diberikan

kepada:

1. Warga Negara Indonesia (WNI).

2. Warga Negara Asing (WNA) yang berkedudukan di Indonesia. 3. Badan Hukum Indonesia.

4. Badan Hukum Asing yang berkedudukan di Indonesia, 307

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perubah

an status tanah dapat terjadi melalui dua macam alur, yaitu:

1. perubahan dari tanah berstatus lebih tinggi (misal Hak Milik) menjad 2. perubahan dari tanah berstatus lebih rendah (misal HGB)

tanah berstatus lebih rendah (misal HGB),

tanah berstatus lebih tinggi (misal Hak Milik).

menjadi

Untuk mengurus perubahan status tanah tersebut, masyarakat dapat mengurus sendiri secara langsung ke Kantor Pertanahan atau melalui jasa Notaris/PPAT. Mengurus secara langsung ke Kantor Pertanahan dan membutuhkan kesabaran ekstra. Di sisi lain, jika kita tergolong dalam praktiknya bisa memakan waktu lebih lama (berbulan-bulan) sebab meskipun biayanya lebih mahal namun lebih cepat selesai dan orang yang sibuk, maka kita sebaiknya mengurus melalui Notaris/PPAT

lebih praktis.

Skema 28.1 Mengurus Perubahan Status Tanah Negara/Swasta Tanah Negara dapat dikonversi (diubah) menjadi tanah berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Hak Milik atas tanah untuk Rumah Tinggal juga dapat diberikan kepada Pegawai Negeri, untuk rumah dan tanah yang dimaksudkan untuk Rumah Tinggal yang telah dibeli dan dibayar lunas oleh Pegawai Negeri dan Pemerintah sebagaimana diatur Pasal 84 dan 85 Peraturan Menneg Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. Peraturan ini juga mengatur tata cara perubahan status tanah Hak Milik menjadi HGB atau Hak Pakai, serta perubahan tanah HGB menjadi Hak Pakai.

Perubahan tanah Hak Milik menjadi HGB dibutuhkan manakala sebuah PT ingin membeli tanah Hak Milik UUPA (UU Nomor 5/1960) secara tegas melarang PT memiliki tanah berstatus Hak Milik, sehingga apabila PT tersebut ingin menguasai tanat Hak Mik maka tanah tersebut harus dikonversi lebih dulu menjadi tanah HGB atau Hak Pakal Begitu pula terhadap orang asing yang ingin membeli rumah di atas tanah Hak M atau HGB, maka status tanah tersebut harus lebih dulu diubah menjadi Hak Paka

Seseorang yang mempunyai tanah untuk Rumah Tinggal berstatus HGB atau Hak Pakai dengan Juas maksimal 600 m2 dapat mengkonversi status tanahnya menjadi Hak Milik berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal. Pemberian Hak Milik atas Tanah Negara untuk Rumah Tinggal juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

BPN Nomor 9 tahun 1999.

Kebanyakan rumah yang dijual oleh pengembang pada awalnya dibangun di atas Tanah Negara berstatus HGB. Namun demikian, pembeli rumah tersebut tidak perlu cemas karena mereka dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Agraria melalui Kantor Pertanahan untuk mengubah status HGB menjadi Hak Milik setelah atau sebelum masa berlaku HGB-nya berakhir.

Permohonan Hak Milik dibatasi untuk tanah seluas maksimum 2.000 m2. Dalam pengurusan permohonan Hak Milik juga harus dilampirkan surat pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 bidang yang luas totalnya tidak lebih dari 5.000 m2

Perubahan status tanah dapat terjadi melalui dua macam alur, yaitu: a) perubahan dari tanah berstatus lebih tinggi (misal Hak Milik) menjadi tanah berstatus

lebih rendah (misal HGB), atau

b) perubahan dari tanah berstatus lebih rendah (misal HGB) menjadi tanah berstatus lebih tinggi

(misal Hak Milik)

Untuk mengurus perubahan status tanah tersebut, masyarakat dapat mengurus langsung ke

Kantor Pertanahan atau melalui Notaris/PPAT.

Mengurus langsung ke Kantor Pertanahan bisa memakan waktu lebih lama dan butuh kesabaran ekstra. Mengurus melalui Notaris/PPAT meskipun biayanya lebih mahal namun lebih cepat

selesai dan lebih praktis.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *